DISQUS SHORTNAME

Pembelajaran Kimia kelas XI

Senyawa organik mengandung atom karbon dalam molekulnya. Atom karbon memiliki beberapa sifat khas sehingga memiliki kelimpahan yang besar di alam. Yuk kepoin aeperti apa penjelasannya.

Kegiatan Pembelajaran 2

Senyawa Hidrokarbon dapat dibedakan menjadi alkana, alkena dan alkuna. Ingin tahu seperti apa bedanya dan bagaimana cara pemberian namanya? Yuk di cek!.

Modul 1.1 PGP Angkatan 3

Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara.

Showing posts with label GURU PENGGERAK. Show all posts
Showing posts with label GURU PENGGERAK. Show all posts

Saturday, March 12, 2022

CONTOH JURNAL REFLEKSI PEMIMPIN DALAM MENGELOLA SUMBER DAYA

 Saat ini saya sampai pada penghujung modul 3.2. modul ini cukup menantang bagi saya karena saya mulai mengenal hal baru terkait prakarsa perubahan serta modal dalam komunitas/sekolah yang dapat diberdayakan dalam menunjang berjalannya ekosistem sekolah. Nah berikut adalah sekelumit cerita yang saya alami pada minggu ini.



Thursday, March 10, 2022

KONEKSI ANTAR MATERI PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

KONEKSI ANTAR MATERI

PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA


A. Sintesis Berbagai Materi

Maksud pendidikan itu adalah menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.”

 

Dalam mewujudkan pendidikan yang menuntun kekuatan kodrat anak menuju selamat dan bahagia dibutuhkan pemimpin pembelajaran yang mampu mengelola sumber daya yang ada di sekolah dan lingkungan sekolah. Seperti halnya dalam pandangan KHD tentang pendidikan, sumber daya adalah “kekuatan” yang dimiliki sekolah untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut. Sebuah kekuatan/potensi yang tercermin dalam modal/aset tersebut tidak akan berdaya guna apabila tidak dikelola. Pengelolaan tersebut membutuhkan pemahaman dan cara pandang yang berbasis kekuatan sehingga semua modal dapat berdaya guna. Cara pandang yang berbasis kekuatan akan membawa vibrasi positif dalam pengelolaan ekosistem sekolah dibandingkan dengan pemikiran yang berbasis masalah. Hal ini diakibatkan karena akan membawa sikap optimis dan apresiatif terhadap apa yang ada dilingkungan kita.

Untuk mengelola sumber daya tersebut dalam pembelajaran maka seorang pemimpin pembelajaran haruslah mampu mengambil keputusan yang tepat sehingga “Maksud pendidikan” tersebut dapat terwujud. Pemimpin pembelajaran sebagai nahkoda yang menentukan arah pemberdayaan kekuatan/aset yang dimiliki. Kekuatan/aset tersebut akan sangat bermanfaat bagi jalannya pembelajaran yang mengacu pada maksud pendidikan tersebut. Semakin besar aset sebagai sebuah kekuatan maka semakin besar pula peran pemimpin pembelajaran dalam mengelolanya. Dapat dikatakan bahwa, seiring kekuatan yang besar akan datang tanggung jawab yang besar.

Sebagai pemimpin dalam pembelajaran dan pengelola aset yang bijak, maka selayaknya menuntun laku siswa dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka. Salah satu teknik yang dapat diterapkan dalam menuntun mereka sebagai anak adalah dengan menerapkan teknik coaching. Kita harus mengingat bahwa siswa adalah salah satu aset/modal dalam komunitas sehingga ketika kita telah menuntun kekuatan kodrat mereka maka kita telah mengambil peran sebagai pemimpin dalam pengelolaan aset.

Lalu, apa hubungan antara pengelolaan sumber daya dengan kualitas pembelajaran yang lebih baik? Saya teringat sebuah cerita fiksi anak-anak yakni cerita anime Naruto. Naruto diceritakan sebagai tokoh yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi seorang hokage (pemimpin desa) akan tetapi ia kurang cakap dalam melatih potensi dirinya. Beruntung ia bertemu dengan banyak karakter yang dapat menuntunnya untuk dapat memanfaatkan potensinya tersebut hingga ia menjadi pahlawan di desanya dan akhirnya menjadi hokage yang sangat di hormati. Dari cerita tersebut saya mengambil benang merah bahwa potensi yang besar perlu dikelola dengan baik sehingga dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat, sama halnya dalam lingkungan sekolah. Ketika sekolah memiliki lingkungan yang asri dan memiliki keanekaragaman vegetasi maka hal tersebut perlu dikelola untuk menunjang pembelajaran. Kita dapat memanfaatkan lingkungan untuk mengenalkan materi pembelajaran secara kontekstual. Sebagai contoh dalam pembelajaran kimia, yakni dalam pembuatan indikator alami dengan bahan alam. Kita bisa ajak anak-anak kita berkeliling dan mencoba beberapa bunga, daun atau umbi-umbian dilingkungan kita untuk dimanfaatkan menjadi indikator alami asam basa. Nah dengan demikian, pemebalajaran yang kita rancang dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar merupakan salah satu bentuk kongkrit dari pengelolaan aset yang berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran.

Dari contoh diatas, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya ada keterkaitan antara materi-materi pada modul sebelumnya dengan modul 3.2. Dalam memutuskan suatu program yang memberdayakan aset, kita perlu memahami bagaimana menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang dapat mengambil keputusan secara bijaksana, berpihak pada murid dan mengedepankan kepentingan umum. Untuk menggali potensi sumber daya yang ada dan merancang program tersebut, pendekatan Inkuiri Apresiatif model BAGJA  dapat dijadikan acuan. Dengan pendekatan ini kita akan selalu berfikir optimis dan positif. Ketika menerapkan program tersebut dalam pembelajaran, kita tentunya akan menemukan kendala-kendala yang dihadapi siswa. Untuk keluar dari kendala tersebut kita perlu menerapkan teknik coaching untuk menuntun mereka. Kita juga perlu melakukan tindalan reflektif agar program yang telah berjalan akan lebih baik dikemudian hari. Hal ini juga sejalan dengan nilai yang kita miliki sebagai seorang Calon Guru Penggerak.

Sekarang sudah jelas bahwa dengan mempelajari modul ini akan terjadi perubahan paradigma dalam diri kita tentang memandang suatu keadaan dari berbasis masalah menjadi berbasis aset. Kita tidak lagi semata-mata memandang apa yang kurang dan perlu diperbaiki dalam ekosistem sekolah, tetapi kita berpandangan bahwa semua yang kita miliki akan bermanfaat dalam pengembangan ekosistem disekolah kita. Hal ini akan membuat kita selalu berfikir positif dan apresiatif terhadap apa yang ada dilingkungan sekolah kita.

 

B. Rancangan Tindakan

Setelah mempelajari modul ini, rancangan tindakan yang dapat diambil melihat sumber daya di lingkungan sekolah saya adalah dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai laboratorium dalam pembelajaran kimia. Prakarsa  ini dilakukan mengingat lingkungan sekolah saya yang asri dan memiliki berbagai vegetasi yang dapat dimanfaatkan dalam mempelajari konsep-konsep kimia bahan alam.

Dengan menerapkan prakarsa ini harapannya adalah pembelajaran kimia menjadi kontekstual dan siswa juga dapat secara langsung mengenal bahan-bahan alam di sekitar sekolah yang dapat menunjang pembelajaran kimi. Lalu, bagaimana rancangan prakarsa tersebut dengan menerapkan pendekatan Inkuiri Apresiatif model BAGJA? Mari kita simak bersama dalam paparan dibawah ini.  

  

Saturday, February 26, 2022

Saturday, February 19, 2022

CONTOH JURNAL REFLEKSI PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 Halo sahabat CGP, kali ini saya akan membagikan hasil jurnal refleksi mingguan saya. Kini saya telah menginjak pada minggu ke-19 dari perjalanan panjang PGP. nah, pada minggu ini saya melewati beberapa kegiatan seperti Demonstrasi Kontekstual, Koneksi Antar Materi serta Elaborasi Pemahaman. Banyak hal menarik yang saya dapatkan pada minggu ini. Lalu apa saja yang saya tampilkan pada jurnal refleksi mingguan kali ini? mari kita simak bersama-sama.



Friday, February 18, 2022

KONEKSI ANTAR MATERI PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

KONEKSI ANTAR MATERI 

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

Oleh: Kd. Dwija Negara

CGP Angkatan 3 Kabupaten Klungkung

 

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang 

berharga/utama adalah yang terbaik”

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert

Kutipan diatas mengisyaratkan bahwa dalam pendidikan hendaknya bukan hanya memberikan pengajaran terkait keilmuan saja. Pendidikan yang bertanggung jawab akan memberikan bekal kehidupan untuk dapat membedakan baik buruk, benar salah sebagai landasan dalam berlaku dalam kehidupannya. Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran sangatlah penting dalam menentukan arah pendidikan agar tercipta pembelajaran yang berharga. Dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada anak maka nilai-nilai kebajikan yang berlaku didalam lingkungan sekolah perlu menjadi acuan. Selain itu, prinsip-prinsip pengambilan keputusan perlu dipahami agar dapat menanggulangi dilemma yang kerap muncul dalam situasi pengambilan keputusan.

Dari gambaran tersebut, dapat terlihat bahwa guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya berpegang tegung pada nilai dan prinsip pengambilan keputusan tersebut. Mengapa demikian? Tentunya agar segala keputusan yang kita ambil dapat dipertanggung jawabkan dan tentunya berpihak pada murid. Hal tersebut sebagai sebuah kontribusi seorang pendidik dalam proses pembelajaran siswa yang memerdekakan murid serta berpihak pada apa yang dibutuhkan oleh murid.

Lalu, bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran?. Nah tentu kita masih ingat bahwa seorang guru layaknya petani yang menumbuhkan benih dalam ladangnya hingga tumbuh berkembang tanaman tersebut dengan sempurna sesuai dengan kodratnya. Untuk menumbuhkan benih jagung, seorang petani harus mampu memutuskan kapan waktu siram, kapan waktu pupuk dan kapan perlu disiangi. Bukan hanya itu, petanipun harus mampu menentukan jenis pupuk yang tepat digunakan pada usia tanam tertentu serta menentukan waktu pemupukan yang baik. Terkadang, seorang petani dihadapkan pada dilema ketika beberapa hama menyerang. Apakah penggerek batang yang dihalau terlebih dahulu, ataukah gulma yang mulai menjalar merebut nutrisi? Lalu, adakah opsi lain yang mungkin untuk menghalau keduanya bersamaan? Pengujian atas keputusan perlu dilakukan oleh petani agar segalanya dapat berjalan dengan baik. Berpijak dari gambaran tersebut tentunya kita paham bagaimana seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu menuntun kekuatan kodrat sang anak agar tumbuh kuat berkembang dengan keputusan-keputusan yang diambilnya.

Jika dikaitkan dengan nilai-nilai seorang guru penggerak tentunya pengambilan keputusan memiliki landasan yang sama yakni “Berpihak Pada Murid”. Nilai utama seorang guru penggerak tentunya kembali kepada apa yang dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan siswa melalui upaya yang mandiri, inovatif dan kolaboratif, serta selalui merefleksi apa yang menjadi keputusannya. Hal ini dapat digambarkan pada gambar dibawah.


Gambar 1. Diagram hubungan antara nilai guru penggerak, PSE dan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

Dari gambaran diatas, terlihat jelas bahwa dengan mengamalkan nilai-nilai guru penggerak maka keputusan yang kita ambil akan bertanggung jawab menuju keputusan yang berpihak pada murid. Selanjutnya, agar keputusan yang kita ambil dapat beretika maka perlu menerapkan Pendidikan Sosial Emosional sebagai bentuk kepekaan terhadap diri (Kesadaran diri dan pengelolaan diri), kepekaan terhadap nilai-nilai di lingkungan sekolah (Kepekaan Sosial) serta kemampuan untuk berelasi dengan rekan kerja. Dengan menerapkan hal-hal tersebut, keputusan yang diambil merupakan keputusan yang beretika dan bertanggung jawab.

Kembali kepada pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, kita perlu memperhatikan 3 hal dasar pengambilan keputusan. Ketiga dasar tersebut yakni nilai kebajikan, kepentingan murid serta tanggung jawab.

Gambar 2. Segi tiga dasar pengambilan keputusan

Nilai-nilai kebajikan di lingkungan sekolah perlu kita pertimbangkan dalam menentukan suatu keputusan agar keputusan yang diambil memenuhi kepentingan murid sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam pengambilan keputusan tersebut terkadang kita ada dalam kebimbangan akibat munculnya dilema etika dan bujukan moral.

Untuk menentukan keputusan secara bijak dalam menghadapi dilema etika (benar lawan benar), kita perlu memahami paradigma dilema etika dan prinsip penyelesaian dilema etika seperti yang digambarkan pada gambar dibawah.

 

Gambar 3. Paradigma dan prinsip dalam memandang dan mengatasi dilema etika

Selain itu, perlu juga menerapkan 9 langkah pengujian keputusan yang terdiri dari mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, menentukan siapa yang terlibat, mengumpulkan fakta-fakta, pengujian benar atau salah, pengujian paradigm, melakukan prinsip resolusi, investigasi opsi trilema, penentuan keputusan serta refleksi terhadap keputusan yang telah diambil. Dalam tahap pengujian ini diperlukan keterampilan bertanya kepada diri sendiri ataupun sosok tokoh yang menjadi panutan agar memperoleh keputusan yang terbaik. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang efektif, kita perlu mengingat dan memahami kembali teknik coaching sehingga mampu memunculkan potensi-potensi yang ada sebagai kekuatan dalam penentuan keputusan terbaik. Dengan teknik bertanya dengan metode coaching maka akan tergali potensi, terarahnya pengujian sehingga memungkinkan munculnya opsi yang mungkin lebih baik lagi dalam pengambilan keputusan yang dikenal dengan opsi trilema.

Hal yang mungkin menjadi kesulitan-kesulitan dalam menerapkan prinsip pengambilan keputusan tersebut adalah adanya perubahan paradigm yang baru ini dalam keseharian kita. Untuk mengatasi kesulitan yang timbul tentunya kita memerlukan rekan berdiskusi sebagai mitra dalam menerapkan prinsip tersebut. Seorang rekan yang tepat kita jadikan sebagai teman berdiskusi adalah Ia yang memiliki satu visi dengan kita sehingga dalam berlatih menerapkan prinsip pengambilan keputusan tersebut didang menimbulkan permasalahan lainnya.

Nah, kini jelas sudah bahwa pada dasarnya dengan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan bijaksana maka pemimpin pembelajaran dapat memberikan pendidikan yang berpihak kepada murid. Apa yang menjadi kebutuhan murid dapat dijadikan pertimbangan pengambilan keputusan. Nilai-nilai kebajikan di lingkungan sekolah dapat dijadikan pedoman, serta pengujian keputusa patut dilakukan dengan penuh kesadaran dan menggali potensi-potensi yang ada melalui pertanyaan-pertanyaan, sehingga muncul keputusan yang memuliakan kebutuhan sang anak sebagai wujud kemerdekaan atas kodrat anak yang wajib ditumbuhkan dan dikuatkan.

Saturday, February 12, 2022

CONTOH JURNAL REFLEKSI PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

Halo sahabat GP di seluruh nusantara, tak terasa kini saya telah melawati separuh dari kegiatan pada modul 3.1, tepatnya pada minggu ke-18. Kali ini saya akan membagikan mengenai Jurnal Refleksi Mingguan yang telah saya buat dengan menggunakan Canva. Mudah-mudahan dapat bermanfaat.



Thursday, February 10, 2022

CATATAN SIPENGGERAK: REFLEKSI TERBIMBING MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 Dari delapan pertanyaan yang ada, pilihlah minimal empat pertanyaan sebagai bahan refleksi Anda.

  1. Bagaimana/sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?
  2. Tuliskan pengalaman Anda dalam menggunakan ketiga materi tersebut dalam proses Anda mengambil keputusan dalam situasi dilema etika yang Anda hadapi selama ini.  Anda dapat juga menulis tentang sebuah situasi dilema etika yang dihadapi oleh orang lain serta keputusan yang diambil. Berilah ulasan berdasarkan 3 materi yang telah Anda pelajari di modul ini.
  3. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dalam situasi moral dilema? Kalau pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
  4. Bagaimana dampak mempelajari materi ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?
  5. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran?
  6. Apa yang Anda bisa lakukan untuk membuat dampak/perbedaan di lingkungan Anda setelah Anda mempelajari modul ini?
  7. Selain konsep-konsep tersebut, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran?
  8. Adakah nilai-nilai kebajikan yang ditanamkan oleh orangtua anda atau bahkan kakek nenek buyut Anda yang menjadi karakter khas suku atau masyarakat dimana Anda tinggal? Bagaimana Anda sebagai seorang guru akan menggunakannya untuk membantu Anda dalam pengambilan keputusan?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFLEKSI TERBIMBING MODUL 3.1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, kita tentunya tak akan pernah lepas dari pengambilan-pengambilan keputusan yang berkenaan dengan tugas dan fungsi kita sebagai pendidik. Terkadang dalam pengambilan keputusan kita akan dihadapkan kedalam dilema etika yang memaksa kita untuk mengkaji lebih jauh keputusan yang kita ambil dengan menggunakan paradigma apa yang kita akan gunakan dalam menentukan pilihan, bagaimana cara kita berfikir dalam pengambilan keputusan tersebut serta kita juga perlu melakukan pengujian atas keputusan yang akan kita ambil. Secara umum, saya memahami bahwa dalam paradigma dilema etika (benar lawan benar) ada dikenal 4 pertentangan nilai kebenaran yakni individu lawan masyarakat (kepentingan pribadi lawan kepentingan orang banyak), rasa keadilan lawan rasa kasihan (dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya berlandaskan rasa kasihan dan kasih sayang), kebenaran lawan kesetiaan (Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia/bertanggung jawab kepada orang lain), serta Jangka pendek lawan jangka panjang (kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang). Dalam menentukan pola pikir untuk penentuan keputusan terdapat 3 acuan sebagai sebuah prinsip pengambilan keputusan yakni berfikir berdasarkan hasil akhir (mengutamakan kepentingan dan pemenuhan kebutuhan orang banyak), berfikir berdasarkan peraturan (mengacu pada aturan, norma etika serta hukum yang berlaku universal) serta berfikir berdasarkan rasa peduli (mengedepankan rasa empati, kasih sayang dan mengedepankan nilai moral). Untuk mematangkan keputusan yang akan diambil dapat dilakukan pengujian terhadap keputusan dengan menerapkan 9 langkah pengujian. Dari pengujian ini mungkin saja akan muncul opsi lain yang lebih bijaksana dan bertanggung jawab sehingga keputusan yang akan diambil dapat berdampak pada murid dan dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam ruang kolaborasi yang telah dilewati, hal-hal diatas telah dilakukan untuk menganalisis kasus yang memang kami alami. Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut ternyata mampu memunculkan pilihan keputusan yang tak terduga sebelumnya. Keputusan tersebut muncul dalam opsi trilema setelah menentukan fakta-fakta yang muncul dalam dilema tersebut. Dari gambaran tersebut memanglah sangat penting untuk mempelajari modul ini sehingga dihasilkan suatu keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab.

Sebelum mempelajari modul ini, tentunya saya belum paham bagaimana menghadapi dilema etika maupun bujukan moral yang tepat sehingga diambil keputusan yang tepat. Pada kondisi tersebut, saya lebih cenderung mengandalkan intuisi untuk menentukan keputusan. Terkadang keputusan yang diambil juga lebih terkesan tergesa-gesa dan bahkan terlalu berfikir berdasarkan aturan-aturan dan kurang mengedepankan nilai-nilai kebajikan yang juga penting untuk diperhatikan dalam pengambilan keputusan.

Dari gambaran tersebut, saya berpandangan bahwa materi dalam modul ini sangat penting untuk dipahami agar kita sebagai pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan yang bijaksana dengan memperhatikan nilai-nilai etika universal di lingkungan kita serta situasi kondisi saat keputusan tersebut akan diambil. Dengan demikian keputusan yang berdampak pada murid dan bertanggung jawab dapat kita tentukan dan laksanakan.

Dalam pengambilan keputusan selain dari konsep-konsep tersebut tentunya adalah kematangan emosi dan kepekaan sosial juga sangat dipentingkan. Dengan pengalaman-pengalaman dalam penentuan keputusan saya rasa akan mematangkan kita terkait dengan hal tersebut. Terkadang kita dalam mengambil keputusan mungkin akan bertindak terlalu emosional karena situasi sehingga keputusan yang diambil terkesan tergesa-gesa. Begitu pula kemampuan untuk membaca situasi dan kondisi sosial dilingkungan sekitar juga sangat penting sehingga kita dapat mengenali nilai-nilai etika di lingkungan kerja kita serta kondisi-kondisi yang harus kita perhatikan dalam mengambil sebuah keputusan. Selain itu tindakan reflektif juga sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan.

Ada satu nilai kebajikan yang dapat dikatakan sebagai sebuah kearifan lokal yang menurut saya bisa dijadikan pola pikir dalam pengambilan sebuah keputusan yakni “Tat Twam Asi” yang memiliki makna aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Menurut saya pola fikir ini mengajak kita memandang segala sesuatu tidak berdasarkan rasa ego tetapi mengedepankan rasa peduli, saling mengerti dan menghargai sehingga keputusan yang kita akan ambil dapat berdampak baik kepada semua orang yang berimplikasi terhadap dilema yang kita hadapi. Nilai ini akan mendukung dan menguatkan prinsip pengambilan keputusan yang akan membawa kebada nilai kebajikan berlandaskan rasa kepedulian dan kasih sayang.

Saturday, February 5, 2022

Contoh Jurnal Refleksi Pengambilan Keputusan yang Bertanggungjawab

Halo sahabat PGP, kini kita telah berada pada modul 3.1 dan telah menginjak minggu ke-17 dari rangkaian PGP. Nah kali ini saya ingin berbagi tentang Jurnal Refleksi Mingguan yang saya buat. Yuk, kita simak bersama.



CATATAN SIPENGGERAK: Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan

 Halo sahabat PGP, setelah kita mengenal dilema etika dan bujukan moral dalam pengambilan suatu keputusan tentunya kita akan memiliki keresahan dan kegundahan jika dihadapkan pada kondisi dilema yang kompleks dalam pengambilan keputusan. Untuk dapat menentukan pilihan keputusan yang paling tepat, saya dihadapkan pada materi tentang konsep pengambilan dan pengujian keputusan. Ternyata, untuk menentukan keputusan terbaik yang sesuai dengan etika yang bersifat relatif terhadap situasi kondisi kita memerlukan pengujian sehingga keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang terbaik untuk saat itu. Lalu seperti apa konsep tersebut? berikut saya kutip materi tentang Konsep pengambilan dan Pengujian Keputusan yang saya kutip dari Modul 3.1 PGP. Semoga bermanfaat.



Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan

Untuk memandu kita dalam mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan, ada 9 langkah yang dapat  Anda  lakukan. Anda dapat memilih salah satu dari kasus-kasus yang telah dibahas sebelumnya di modul ini untuk Anda gunakan sebagai contoh.

1.        Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

Mengapa langkah ini penting untuk Anda lakukan? Pertama, penting bagi kita untuk mengidentifikasi masalah yang sedang kita hadapi, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama. Kedua, penting bagi kita untuk memastikan bahwa masalah yang kita hadapi memang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan sekedar masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial.

Tidak mudah untuk bisa mengenali hal ini. Kalau kita terlalu berlebihan, kita bisa terjebak dalam situasi seolah-olah kita terlalu mendewakan aspek moral, sehingga kita akan mempermasalahkan kesalahan-kesalahan kecil. Sebaliknya bila kita terlalu permisif, maka kita bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali aspek-aspek permasalahan etika dalam masalah yang sedang kita hadapi.

2.        Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi yang sedang kita hadapi, pertanyaannya adalah dilema siapakah ini? Bukan berarti kalau permasalahan tersebut bukan dilema kita, maka kita menjadi tidak peduli. Karena kalau permasalahan ini sudah menyangkut aspek moral, kita semua seharusnya merasa terpanggil.

3.        Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

Proses pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail; apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya. Data-data tersebut penting karena dilema etika tidak bersifat teoritis, namun ada faktor-faktor pendorong dan penarik yang mempengaruhi situasi tersebut, sehingga data yang detail akan menjelaskan alasan seseorang melakukan sesuatu dan bisa juga mencerminkan kepribadian seseorang dalam situasi tersebut. Kita juga harus bisa menganalisis hal-hal apa saja yang potensial yang bisa terjadi di waktu yang akan datang.

 4.        Pengujian benar atau salah

1. Uji Legal

Pertanyaan penting di uji ini adalah apakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi itu? Bila jawabannya adalah iya, maka situasi yang ada bukanlah antara benar lawan benar (dilema etika), namun antara benar lawan salah (bujukan moral). Keputusan yang harus diambil dalam situasi adalah pilihan antara mematuhi hukum atau tidak, dan keputusan ini bukan keputusan yang berhubungan dengan moral.

2.   Uji Regulasi/Standar Profesional

Bila situasi yang dihadapi adalah dilema etika, dan tidak ada aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mari kita uji, apakah ada pelanggaran peraturan atau kode etik di dalamnya. Konflik yang terjadi pada seorang wartawan yang harus melindungi sumber beritanya, seorang agen real estate yang tahu bahwa seorang calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh koleganya? Anda tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi Anda, tapi Anda akan kehilangan respek sehubungan dengan profesi Anda.

3.  Uji Intuisi

Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi Anda dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat Anda merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini. Walaupun mungkin Anda tidak bisa dengan jelas dan langsung menunjuk permasalahannya ada di mana. Langkah ini, untuk banyak orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan dua nilai yang sama-sama benar.

 4.  Uji Publikasi

Apa yang Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan di media cetak maupun elektronik dan menjadi viral di media sosial. Sesuatu yang Anda anggap merupakan ranah pribadi Anda tiba-tiba menjadi konsumsi publik? Coba Anda bayangkan bila hal itu terjadi. Bila Anda merasa tidak nyaman kemungkinan besar Anda sedang menghadapi benar situasi benar lawan salah atau bujukan moral.

5.   Uji Panutan/Idola

Dalam langkah ini, Anda akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan Anda, misalnya ibu Anda. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu Anda, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi Anda dan orang yang sangat berarti bagi Anda.

Yang perlu dicatat dari kelima uji keputusan tadi, ada tiga uji yang sejalan dengan prinsip pengambilan keputusan yaitu:

Uji Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) yang tidak bertanya tentang konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip yang mendalam.

Uji publikasi, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir.

Uji Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (Care- Based Thinking), dimana ini berhubungan dengan golden rule yang meminta Anda meletakkan diri Anda pada posisi orang lain.

Bila situasi dilema etika yang Anda hadapi, gagal di salah satu uji keputusan tersebut atau bahkan lebih dari satu, maka sebaiknya jangan mengambil resiko membuat keputusan yang membahayakan atau merugikan diri Anda karena situasi yang Anda hadapi bukanlah situasi moral dilema, namun bujukan moral.

5.       
Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi yang sedang Anda hadapi ini?

-      Individu lawan masyarakat (individual vs community)

-     Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

-     Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

-     Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Pentingnya mengidentifikasi paradigma ini, bukan hanya mengelompokkan permasalahan, namun membawa penajaman bahwa situasi yang Anda hadapi betul- betul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting.

6.        Melakukan Prinsip Resolusi

Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?

Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

7.        Investigasi Opsi Trilema

Dalam mengambil keputusan, seringkali ada 2 pilihan yang bisa kita pilih. Terkadang kita perlu mencari opsi di luar dari 2 pilihan yang sudah ada. Kita bisa bertanya pada diri kita, apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah. Itulah yang dinamakan investigasi opsi trilema.


8.        Buat Keputusan

Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.


9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Ketika keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.

 

Perlu kita ingat bahwa 9 langkah pengambilan keputusan ini adalah panduan, bukan sebuah metode yang kaku dalam penerapannya. Pengambilan keputusan ini juga merupakan keterampilan yang harus diasah agar semakin baik. Semakin sering kita berlatih menggunakannya, kita akan semakin terampil dalam pengambilan keputusan. Hal yang penting dalam pengambilan keputusan adalah sikap yang bertanggung jawab dan mendasarkan keputusan pada nilai-nilai kebajikan universal.


CATATAN SIPENGGERAK: Empat Paradigma Dilema Etika




Tanpa terasa kini saya telah memasuki paket modul 3 dalam Pendidikan Guru Penggerak. Pada modul 3.1 saya dikenalkan pada materi tentang Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Setelah mulai membaca modul ini, saya mulai menyadari bahwa ketika kita mengambil keputusan sering kali kita dihadapkan kepada dilema dan bujukan. Hal tersebut terkadang memunculkan suatu rasa gundah dalam diri untuk mengambil suatu keputusan. Dilema yang kita hadapai terkadang timbul karena adanya benturan nilai-nilai etika universal khususnya di lingkungnan kerja kita. Nah untuk memahami lebih lanjut tentang hal tersebut khususnya tentang Paradigma Dilema Etika, mari kita simak bersama materi yang saya kutip pada modul 3.1 Pendidikan Guru Penggerak.


Empat Paradigma Dilema Etika

Dari pengalaman kita bekerja kita pada institusi pendidikan, kita telah mengetahui bahwa dilema etika adalah hal berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:
1. Individu lawan masyarakat (
individual vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (
justice vs mercy)
3. Kebenaran lawan kesetiaan
(truth vs loyalty)
4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Secara lebih rinci, berikut adalah penjelasan dari keempat paradigma tersebut:

Individu lawan masyarakat (individual vs community)
Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar. “Individu” di dalam paradigma ini tidak selalu berarti “satu orang”. Ini juga dapat berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar. Seperti juga “kelompok” dalam paradigma ini dapat berarti kelompok yang lebih besar lagi. Itu dapat berarti kelompok masyarakat kota yang sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok keluarga, atau keluarga Anda. Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil , dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar. Guru kadang harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas. Bila satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih banyak pada sebuah tugas, tapi kelompok yang lain sudah siap untuk ke pelajaran berikutnya, apakah pilihan benar yang harus dibuat? Guru mungkin menghadapi dilema individu lawan kelompok.

Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain.

Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan (atau sama rata). Pilihan untuk membengkokkan peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan (kebaikan) Misalnya ada peraturan di rumah Anda harus ada di rumah pada saat makan malam. Misalnya suatu hari Anda pulang ke rumah terlambat karena seorang teman membutuhkan bantuan Anda. Ini dapat menunjukkan dilema keadilan lawan rasa kasihan, terhadap orang tua Anda. Apakah ada konsekuensi dari melanggar peraturan tentang pulang ke rumah tepat waktu untuk makan malam, atau haruskah orang tua Anda membuat pengecualian?

Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
Pada jaman perang, tentara yang tertangkap kadang harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya kepada pihak musuh atau tetap setia kepada teman tentara yang lain. Hampir dari kita semua pernah mengalami harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya atau melindungi teman (saudara) yang dalam masalah. Ini adalah salah satu contoh dari pilihan atas kebenaran melawan kesetiaan.

Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan seharihari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dan lain-lain. 

Orang tua kadang harus membuat pilihan ini. Contohnya: Mereka harus memilih antara seberapa banyak uang untuk digunakan sekarang dan seberapa banyak untuk ditabung nanti. Pernahkah Anda harus memilih antara bersenang-senang atau melatih instrumen musik atau berolahraga? Bila iya, Anda telah membuat pilihan antara jangka pendek melawan jangka panjang.