Saat ini saya sampai pada penghujung modul 3.2. modul ini cukup menantang bagi saya karena saya mulai mengenal hal baru terkait prakarsa perubahan serta modal dalam komunitas/sekolah yang dapat diberdayakan dalam menunjang berjalannya ekosistem sekolah. Nah berikut adalah sekelumit cerita yang saya alami pada minggu ini.
Pembelajaran Kimia kelas XI
Senyawa organik mengandung atom karbon dalam molekulnya. Atom karbon memiliki beberapa sifat khas sehingga memiliki kelimpahan yang besar di alam. Yuk kepoin aeperti apa penjelasannya.
Kegiatan Pembelajaran 2
Senyawa Hidrokarbon dapat dibedakan menjadi alkana, alkena dan alkuna. Ingin tahu seperti apa bedanya dan bagaimana cara pemberian namanya? Yuk di cek!.
Modul 1.1 PGP Angkatan 3
Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara.
Saturday, March 12, 2022
Thursday, March 10, 2022
KONEKSI ANTAR MATERI PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
KONEKSI ANTAR MATERI
PEMIMPIN
DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
A. Sintesis Berbagai Materi
“Maksud pendidikan itu adalah menuntun kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.”
Dalam mewujudkan pendidikan yang menuntun kekuatan kodrat anak menuju selamat dan bahagia dibutuhkan pemimpin pembelajaran yang mampu mengelola sumber daya yang ada di sekolah dan lingkungan sekolah. Seperti halnya dalam pandangan KHD tentang pendidikan, sumber daya adalah “kekuatan” yang dimiliki sekolah untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut. Sebuah kekuatan/potensi yang tercermin dalam modal/aset tersebut tidak akan berdaya guna apabila tidak dikelola. Pengelolaan tersebut membutuhkan pemahaman dan cara pandang yang berbasis kekuatan sehingga semua modal dapat berdaya guna. Cara pandang yang berbasis kekuatan akan membawa vibrasi positif dalam pengelolaan ekosistem sekolah dibandingkan dengan pemikiran yang berbasis masalah. Hal ini diakibatkan karena akan membawa sikap optimis dan apresiatif terhadap apa yang ada dilingkungan kita.
Untuk mengelola sumber daya tersebut dalam pembelajaran maka seorang pemimpin pembelajaran haruslah mampu mengambil keputusan yang tepat sehingga “Maksud pendidikan” tersebut dapat terwujud. Pemimpin pembelajaran sebagai nahkoda yang menentukan arah pemberdayaan kekuatan/aset yang dimiliki. Kekuatan/aset tersebut akan sangat bermanfaat bagi jalannya pembelajaran yang mengacu pada maksud pendidikan tersebut. Semakin besar aset sebagai sebuah kekuatan maka semakin besar pula peran pemimpin pembelajaran dalam mengelolanya. Dapat dikatakan bahwa, seiring kekuatan yang besar akan datang tanggung jawab yang besar.
Sebagai pemimpin dalam pembelajaran dan pengelola aset yang bijak, maka selayaknya menuntun laku siswa dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka. Salah satu teknik yang dapat diterapkan dalam menuntun mereka sebagai anak adalah dengan menerapkan teknik coaching. Kita harus mengingat bahwa siswa adalah salah satu aset/modal dalam komunitas sehingga ketika kita telah menuntun kekuatan kodrat mereka maka kita telah mengambil peran sebagai pemimpin dalam pengelolaan aset.
Lalu, apa hubungan antara pengelolaan sumber daya dengan kualitas pembelajaran yang lebih baik? Saya teringat sebuah cerita fiksi anak-anak yakni cerita anime Naruto. Naruto diceritakan sebagai tokoh yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi seorang hokage (pemimpin desa) akan tetapi ia kurang cakap dalam melatih potensi dirinya. Beruntung ia bertemu dengan banyak karakter yang dapat menuntunnya untuk dapat memanfaatkan potensinya tersebut hingga ia menjadi pahlawan di desanya dan akhirnya menjadi hokage yang sangat di hormati. Dari cerita tersebut saya mengambil benang merah bahwa potensi yang besar perlu dikelola dengan baik sehingga dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat, sama halnya dalam lingkungan sekolah. Ketika sekolah memiliki lingkungan yang asri dan memiliki keanekaragaman vegetasi maka hal tersebut perlu dikelola untuk menunjang pembelajaran. Kita dapat memanfaatkan lingkungan untuk mengenalkan materi pembelajaran secara kontekstual. Sebagai contoh dalam pembelajaran kimia, yakni dalam pembuatan indikator alami dengan bahan alam. Kita bisa ajak anak-anak kita berkeliling dan mencoba beberapa bunga, daun atau umbi-umbian dilingkungan kita untuk dimanfaatkan menjadi indikator alami asam basa. Nah dengan demikian, pemebalajaran yang kita rancang dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar merupakan salah satu bentuk kongkrit dari pengelolaan aset yang berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran.
Dari contoh diatas, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya ada keterkaitan antara materi-materi pada modul sebelumnya dengan modul 3.2. Dalam memutuskan suatu program yang memberdayakan aset, kita perlu memahami bagaimana menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang dapat mengambil keputusan secara bijaksana, berpihak pada murid dan mengedepankan kepentingan umum. Untuk menggali potensi sumber daya yang ada dan merancang program tersebut, pendekatan Inkuiri Apresiatif model BAGJA dapat dijadikan acuan. Dengan pendekatan ini kita akan selalu berfikir optimis dan positif. Ketika menerapkan program tersebut dalam pembelajaran, kita tentunya akan menemukan kendala-kendala yang dihadapi siswa. Untuk keluar dari kendala tersebut kita perlu menerapkan teknik coaching untuk menuntun mereka. Kita juga perlu melakukan tindalan reflektif agar program yang telah berjalan akan lebih baik dikemudian hari. Hal ini juga sejalan dengan nilai yang kita miliki sebagai seorang Calon Guru Penggerak.
Sekarang sudah jelas bahwa dengan mempelajari modul ini akan terjadi perubahan paradigma dalam diri kita tentang memandang suatu keadaan dari berbasis masalah menjadi berbasis aset. Kita tidak lagi semata-mata memandang apa yang kurang dan perlu diperbaiki dalam ekosistem sekolah, tetapi kita berpandangan bahwa semua yang kita miliki akan bermanfaat dalam pengembangan ekosistem disekolah kita. Hal ini akan membuat kita selalu berfikir positif dan apresiatif terhadap apa yang ada dilingkungan sekolah kita.
B. Rancangan Tindakan
Setelah mempelajari modul ini, rancangan tindakan yang dapat diambil melihat sumber daya di lingkungan sekolah saya adalah dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai laboratorium dalam pembelajaran kimia. Prakarsa ini dilakukan mengingat lingkungan sekolah saya yang asri dan memiliki berbagai vegetasi yang dapat dimanfaatkan dalam mempelajari konsep-konsep kimia bahan alam.
Dengan menerapkan prakarsa ini harapannya adalah pembelajaran kimia menjadi kontekstual dan siswa juga dapat secara langsung mengenal bahan-bahan alam di sekitar sekolah yang dapat menunjang pembelajaran kimi. Lalu, bagaimana rancangan prakarsa tersebut dengan menerapkan pendekatan Inkuiri Apresiatif model BAGJA? Mari kita simak bersama dalam paparan dibawah ini.
Saturday, February 26, 2022
Saturday, February 19, 2022
CONTOH JURNAL REFLEKSI PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Halo sahabat CGP, kali ini saya akan membagikan hasil jurnal refleksi mingguan saya. Kini saya telah menginjak pada minggu ke-19 dari perjalanan panjang PGP. nah, pada minggu ini saya melewati beberapa kegiatan seperti Demonstrasi Kontekstual, Koneksi Antar Materi serta Elaborasi Pemahaman. Banyak hal menarik yang saya dapatkan pada minggu ini. Lalu apa saja yang saya tampilkan pada jurnal refleksi mingguan kali ini? mari kita simak bersama-sama.
Friday, February 18, 2022
KONEKSI ANTAR MATERI PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
KONEKSI ANTAR MATERI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Oleh: Kd. Dwija Negara
CGP Angkatan 3
Kabupaten Klungkung
“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang
berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert
Kutipan diatas mengisyaratkan bahwa dalam pendidikan hendaknya bukan
hanya memberikan pengajaran terkait keilmuan saja. Pendidikan yang bertanggung
jawab akan memberikan bekal kehidupan untuk dapat membedakan baik buruk, benar
salah sebagai landasan dalam berlaku dalam kehidupannya. Pengambilan keputusan
sebagai pemimpin pembelajaran sangatlah penting dalam menentukan arah
pendidikan agar tercipta pembelajaran yang berharga. Dalam pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada anak maka nilai-nilai kebajikan
yang berlaku didalam lingkungan sekolah perlu menjadi acuan. Selain itu,
prinsip-prinsip pengambilan keputusan perlu dipahami agar dapat menanggulangi dilemma
yang kerap muncul dalam situasi pengambilan keputusan.
Dari gambaran tersebut, dapat terlihat bahwa guru sebagai pemimpin
pembelajaran hendaknya berpegang tegung pada nilai dan prinsip pengambilan
keputusan tersebut. Mengapa demikian? Tentunya agar segala keputusan yang kita
ambil dapat dipertanggung jawabkan dan tentunya berpihak pada murid. Hal tersebut
sebagai sebuah kontribusi seorang pendidik dalam proses pembelajaran siswa yang
memerdekakan murid serta berpihak pada apa yang dibutuhkan oleh murid.
Lalu, bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dalam kaitannya dengan
pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran?. Nah tentu kita masih
ingat bahwa seorang guru layaknya petani yang menumbuhkan benih dalam ladangnya
hingga tumbuh berkembang tanaman tersebut dengan sempurna sesuai dengan
kodratnya. Untuk menumbuhkan benih jagung, seorang petani harus mampu
memutuskan kapan waktu siram, kapan waktu pupuk dan kapan perlu disiangi. Bukan
hanya itu, petanipun harus mampu menentukan jenis pupuk yang tepat digunakan
pada usia tanam tertentu serta menentukan waktu pemupukan yang baik. Terkadang,
seorang petani dihadapkan pada dilema ketika beberapa hama menyerang. Apakah penggerek
batang yang dihalau terlebih dahulu, ataukah gulma yang mulai menjalar merebut
nutrisi? Lalu, adakah opsi lain yang mungkin untuk menghalau keduanya
bersamaan? Pengujian atas keputusan perlu dilakukan oleh petani agar segalanya
dapat berjalan dengan baik. Berpijak dari gambaran tersebut tentunya kita paham
bagaimana seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu menuntun
kekuatan kodrat sang anak agar tumbuh kuat berkembang dengan
keputusan-keputusan yang diambilnya.
Jika dikaitkan dengan nilai-nilai seorang guru penggerak tentunya
pengambilan keputusan memiliki landasan yang sama yakni “Berpihak Pada Murid”. Nilai
utama seorang guru penggerak tentunya kembali kepada apa yang dilakukannya
untuk memenuhi kebutuhan siswa melalui upaya yang mandiri, inovatif dan
kolaboratif, serta selalui merefleksi apa yang menjadi keputusannya. Hal ini
dapat digambarkan pada gambar dibawah.
Gambar 1. Diagram hubungan antara nilai guru penggerak, PSE dan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.
Dari gambaran diatas, terlihat jelas bahwa dengan mengamalkan
nilai-nilai guru penggerak maka keputusan yang kita ambil akan bertanggung
jawab menuju keputusan yang berpihak pada murid. Selanjutnya, agar keputusan
yang kita ambil dapat beretika maka perlu menerapkan Pendidikan Sosial
Emosional sebagai bentuk kepekaan terhadap diri (Kesadaran diri dan pengelolaan
diri), kepekaan terhadap nilai-nilai di lingkungan sekolah (Kepekaan Sosial)
serta kemampuan untuk berelasi dengan rekan kerja. Dengan menerapkan hal-hal
tersebut, keputusan yang diambil merupakan keputusan yang beretika dan
bertanggung jawab.
Kembali kepada pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran,
kita perlu memperhatikan 3 hal dasar pengambilan keputusan. Ketiga dasar
tersebut yakni nilai kebajikan, kepentingan murid serta tanggung jawab.
Nilai-nilai kebajikan di lingkungan sekolah perlu kita pertimbangkan
dalam menentukan suatu keputusan agar keputusan yang diambil memenuhi
kepentingan murid sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai pemimpin
pembelajaran. Dalam pengambilan keputusan tersebut terkadang kita ada dalam
kebimbangan akibat munculnya dilema etika dan bujukan moral.
Untuk menentukan keputusan secara bijak dalam menghadapi dilema etika
(benar lawan benar), kita perlu memahami paradigma dilema etika dan prinsip penyelesaian
dilema etika seperti yang digambarkan pada gambar dibawah.
Selain itu, perlu juga menerapkan 9 langkah pengujian keputusan yang
terdiri dari mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, menentukan siapa
yang terlibat, mengumpulkan fakta-fakta, pengujian benar atau salah, pengujian paradigm,
melakukan prinsip resolusi, investigasi opsi trilema, penentuan keputusan serta
refleksi terhadap keputusan yang telah diambil. Dalam tahap pengujian ini
diperlukan keterampilan bertanya kepada diri sendiri ataupun sosok tokoh yang
menjadi panutan agar memperoleh keputusan yang terbaik. Dalam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang efektif, kita perlu mengingat dan memahami kembali
teknik coaching sehingga mampu memunculkan potensi-potensi yang ada sebagai
kekuatan dalam penentuan keputusan terbaik. Dengan teknik bertanya dengan
metode coaching maka akan tergali potensi, terarahnya pengujian sehingga
memungkinkan munculnya opsi yang mungkin lebih baik lagi dalam pengambilan
keputusan yang dikenal dengan opsi trilema.
Hal yang mungkin menjadi kesulitan-kesulitan dalam menerapkan prinsip
pengambilan keputusan tersebut adalah adanya perubahan paradigm yang baru ini
dalam keseharian kita. Untuk mengatasi kesulitan yang timbul tentunya kita
memerlukan rekan berdiskusi sebagai mitra dalam menerapkan prinsip tersebut. Seorang
rekan yang tepat kita jadikan sebagai teman berdiskusi adalah Ia yang memiliki
satu visi dengan kita sehingga dalam berlatih menerapkan prinsip pengambilan
keputusan tersebut didang menimbulkan permasalahan lainnya.
Saturday, February 12, 2022
CONTOH JURNAL REFLEKSI PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Halo sahabat GP di seluruh nusantara, tak terasa kini saya telah melawati separuh dari kegiatan pada modul 3.1, tepatnya pada minggu ke-18. Kali ini saya akan membagikan mengenai Jurnal Refleksi Mingguan yang telah saya buat dengan menggunakan Canva. Mudah-mudahan dapat bermanfaat.
Thursday, February 10, 2022
CATATAN SIPENGGERAK: REFLEKSI TERBIMBING MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Dari delapan pertanyaan yang ada, pilihlah minimal empat pertanyaan sebagai bahan refleksi Anda.
- Bagaimana/sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah
Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4
paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9
langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut
Anda di luar dugaan?
- Tuliskan pengalaman Anda dalam menggunakan ketiga materi tersebut
dalam proses Anda mengambil keputusan dalam situasi dilema etika yang Anda
hadapi selama ini. Anda dapat juga menulis tentang sebuah situasi
dilema etika yang dihadapi oleh orang lain serta keputusan yang diambil.
Berilah ulasan berdasarkan 3 materi yang telah Anda pelajari di modul ini.
- Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan
keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dalam situasi moral dilema? Kalau
pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
- Bagaimana dampak mempelajari materi ini buat Anda, perubahan apa
yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah
mengikuti pembelajaran modul ini?
- Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang
individu dan Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran?
- Apa yang Anda bisa lakukan untuk membuat dampak/perbedaan di
lingkungan Anda setelah Anda mempelajari modul ini?
- Selain konsep-konsep tersebut, adakah hal-hal lain yang menurut Anda
penting untuk dipelajari dalam proses pengambilan keputusan sebagai
pemimpin pembelajaran?
- Adakah nilai-nilai kebajikan yang ditanamkan oleh orangtua anda atau
bahkan kakek nenek buyut Anda yang menjadi karakter khas suku atau
masyarakat dimana Anda tinggal? Bagaimana Anda sebagai seorang guru akan
menggunakannya untuk membantu Anda dalam pengambilan keputusan?
REFLEKSI TERBIMBING
MODUL 3.1
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Sebagai
seorang pemimpin pembelajaran, kita tentunya tak akan pernah lepas dari
pengambilan-pengambilan keputusan yang berkenaan dengan tugas dan fungsi kita
sebagai pendidik. Terkadang dalam pengambilan keputusan kita akan dihadapkan
kedalam dilema etika yang memaksa kita untuk mengkaji lebih jauh keputusan yang
kita ambil dengan menggunakan paradigma apa yang kita akan gunakan dalam
menentukan pilihan, bagaimana cara kita berfikir dalam pengambilan keputusan
tersebut serta kita juga perlu melakukan pengujian atas keputusan yang akan
kita ambil. Secara umum, saya memahami bahwa dalam paradigma dilema etika
(benar lawan benar) ada dikenal 4 pertentangan nilai kebenaran yakni individu lawan masyarakat (kepentingan
pribadi lawan kepentingan orang banyak), rasa
keadilan lawan rasa kasihan (dalam paradigma ini ada pilihan antara
mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya berlandaskan
rasa kasihan dan kasih sayang), kebenaran
lawan kesetiaan (Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku
jujur dan berlaku setia/bertanggung jawab kepada orang lain), serta Jangka pendek lawan jangka panjang
(kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan
yang terbaik untuk masa yang akan datang). Dalam menentukan pola pikir untuk
penentuan keputusan terdapat 3 acuan sebagai sebuah prinsip pengambilan
keputusan yakni berfikir berdasarkan
hasil akhir (mengutamakan kepentingan dan pemenuhan kebutuhan orang
banyak), berfikir berdasarkan peraturan
(mengacu pada aturan, norma etika serta hukum yang berlaku universal) serta berfikir berdasarkan rasa peduli
(mengedepankan rasa empati, kasih sayang dan mengedepankan nilai moral). Untuk
mematangkan keputusan yang akan diambil dapat dilakukan pengujian terhadap
keputusan dengan menerapkan 9 langkah pengujian. Dari pengujian ini mungkin saja
akan muncul opsi lain yang lebih bijaksana dan bertanggung jawab sehingga
keputusan yang akan diambil dapat berdampak pada murid dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Dalam ruang
kolaborasi yang telah dilewati, hal-hal diatas telah dilakukan untuk menganalisis
kasus yang memang kami alami. Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut
ternyata mampu memunculkan pilihan keputusan yang tak terduga sebelumnya.
Keputusan tersebut muncul dalam opsi trilema setelah menentukan fakta-fakta
yang muncul dalam dilema tersebut. Dari gambaran tersebut memanglah sangat
penting untuk mempelajari modul ini sehingga dihasilkan suatu keputusan yang
bijaksana dan bertanggung jawab.
Sebelum
mempelajari modul ini, tentunya saya belum paham bagaimana menghadapi dilema
etika maupun bujukan moral yang tepat sehingga diambil keputusan yang tepat.
Pada kondisi tersebut, saya lebih cenderung mengandalkan intuisi untuk
menentukan keputusan. Terkadang keputusan yang diambil juga lebih terkesan
tergesa-gesa dan bahkan terlalu berfikir berdasarkan aturan-aturan dan kurang
mengedepankan nilai-nilai kebajikan yang juga penting untuk diperhatikan dalam
pengambilan keputusan.
Dari gambaran
tersebut, saya berpandangan bahwa materi dalam modul ini sangat penting untuk
dipahami agar kita sebagai pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan yang
bijaksana dengan memperhatikan nilai-nilai etika universal di lingkungan kita
serta situasi kondisi saat keputusan tersebut akan diambil. Dengan demikian
keputusan yang berdampak pada murid dan bertanggung jawab dapat kita tentukan
dan laksanakan.
Dalam
pengambilan keputusan selain dari konsep-konsep tersebut tentunya adalah
kematangan emosi dan kepekaan sosial juga sangat dipentingkan. Dengan
pengalaman-pengalaman dalam penentuan keputusan saya rasa akan mematangkan kita
terkait dengan hal tersebut. Terkadang kita dalam mengambil keputusan mungkin
akan bertindak terlalu emosional karena situasi sehingga keputusan yang diambil
terkesan tergesa-gesa. Begitu pula kemampuan untuk membaca situasi dan kondisi
sosial dilingkungan sekitar juga sangat penting sehingga kita dapat mengenali
nilai-nilai etika di lingkungan kerja kita serta kondisi-kondisi yang harus
kita perhatikan dalam mengambil sebuah keputusan. Selain itu tindakan reflektif
juga sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan.
Saturday, February 5, 2022
Contoh Jurnal Refleksi Pengambilan Keputusan yang Bertanggungjawab
Halo sahabat PGP, kini kita telah berada pada modul 3.1 dan telah menginjak minggu ke-17 dari rangkaian PGP. Nah kali ini saya ingin berbagi tentang Jurnal Refleksi Mingguan yang saya buat. Yuk, kita simak bersama.
CATATAN SIPENGGERAK: Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan
Halo sahabat PGP, setelah kita mengenal dilema etika dan bujukan moral dalam pengambilan suatu keputusan tentunya kita akan memiliki keresahan dan kegundahan jika dihadapkan pada kondisi dilema yang kompleks dalam pengambilan keputusan. Untuk dapat menentukan pilihan keputusan yang paling tepat, saya dihadapkan pada materi tentang konsep pengambilan dan pengujian keputusan. Ternyata, untuk menentukan keputusan terbaik yang sesuai dengan etika yang bersifat relatif terhadap situasi kondisi kita memerlukan pengujian sehingga keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang terbaik untuk saat itu. Lalu seperti apa konsep tersebut? berikut saya kutip materi tentang Konsep pengambilan dan Pengujian Keputusan yang saya kutip dari Modul 3.1 PGP. Semoga bermanfaat.
Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan
Untuk memandu kita dalam mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan, ada 9 langkah yang dapat Anda lakukan. Anda dapat memilih salah satu dari kasus-kasus yang telah dibahas sebelumnya di modul ini untuk Anda gunakan sebagai contoh.
1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
Mengapa langkah ini penting untuk Anda lakukan? Pertama, penting bagi kita untuk mengidentifikasi masalah yang sedang kita hadapi, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama. Kedua, penting bagi kita untuk memastikan bahwa masalah yang kita hadapi memang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan sekedar masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial.
Tidak mudah untuk bisa mengenali hal ini. Kalau kita terlalu berlebihan, kita bisa terjebak dalam situasi seolah-olah kita terlalu mendewakan aspek moral, sehingga kita akan mempermasalahkan kesalahan-kesalahan kecil. Sebaliknya bila kita terlalu permisif, maka kita bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali aspek-aspek permasalahan etika dalam masalah yang sedang kita hadapi.
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi yang sedang kita hadapi, pertanyaannya adalah dilema siapakah ini? Bukan berarti kalau permasalahan tersebut bukan dilema kita, maka kita menjadi tidak peduli. Karena kalau permasalahan ini sudah menyangkut aspek moral, kita semua seharusnya merasa terpanggil.
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
Proses pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail; apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya. Data-data tersebut penting karena dilema etika tidak bersifat teoritis, namun ada faktor-faktor pendorong dan penarik yang mempengaruhi situasi tersebut, sehingga data yang detail akan menjelaskan alasan seseorang melakukan sesuatu dan bisa juga mencerminkan kepribadian seseorang dalam situasi tersebut. Kita juga harus bisa menganalisis hal-hal apa saja yang potensial yang bisa terjadi di waktu yang akan datang.
4. Pengujian benar atau salah
1. Uji Legal
Pertanyaan penting di uji ini adalah apakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi itu? Bila jawabannya adalah iya, maka situasi yang ada bukanlah antara benar lawan benar (dilema etika), namun antara benar lawan salah (bujukan moral). Keputusan yang harus diambil dalam situasi adalah pilihan antara mematuhi hukum atau tidak, dan keputusan ini bukan keputusan yang berhubungan dengan moral.
2. Uji Regulasi/Standar Profesional
Bila situasi yang dihadapi adalah dilema etika, dan tidak ada aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mari kita uji, apakah ada pelanggaran peraturan atau kode etik di dalamnya. Konflik yang terjadi pada seorang wartawan yang harus melindungi sumber beritanya, seorang agen real estate yang tahu bahwa seorang calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh koleganya? Anda tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi Anda, tapi Anda akan kehilangan respek sehubungan dengan profesi Anda.
3. Uji Intuisi
Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi Anda dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat Anda merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini. Walaupun mungkin Anda tidak bisa dengan jelas dan langsung menunjuk permasalahannya ada di mana. Langkah ini, untuk banyak orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan dua nilai yang sama-sama benar.
4. Uji Publikasi
Apa yang Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan di media cetak maupun elektronik dan menjadi viral di media sosial. Sesuatu yang Anda anggap merupakan ranah pribadi Anda tiba-tiba menjadi konsumsi publik? Coba Anda bayangkan bila hal itu terjadi. Bila Anda merasa tidak nyaman kemungkinan besar Anda sedang menghadapi benar situasi benar lawan salah atau bujukan moral.
5. Uji Panutan/Idola
Dalam langkah ini, Anda akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan Anda, misalnya ibu Anda. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu Anda, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi Anda dan orang yang sangat berarti bagi Anda.
Yang perlu dicatat dari kelima uji keputusan tadi, ada tiga uji yang sejalan dengan prinsip pengambilan keputusan yaitu:
Uji Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) yang tidak bertanya tentang konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip yang mendalam.
Uji publikasi, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir.
Uji Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (Care- Based Thinking), dimana ini berhubungan dengan golden rule yang meminta Anda meletakkan diri Anda pada posisi orang lain.
Bila situasi dilema etika yang Anda hadapi, gagal di salah satu uji keputusan tersebut atau bahkan lebih dari satu, maka sebaiknya jangan mengambil resiko membuat keputusan yang membahayakan atau merugikan diri Anda karena situasi yang Anda hadapi bukanlah situasi moral dilema, namun bujukan moral.
5.
Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi yang sedang Anda hadapi ini?
- Individu lawan masyarakat (individual vs community)
- Rasa keadilan
lawan rasa kasihan
(justice vs mercy)
- Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
- Jangka pendek
lawan jangka panjang
(short term vs long term)
Pentingnya mengidentifikasi paradigma ini, bukan hanya mengelompokkan permasalahan, namun membawa penajaman bahwa situasi yang Anda hadapi betul- betul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting.
6. Melakukan Prinsip Resolusi
Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?
Berpikir Berbasis Hasil Akhir
(Ends-Based Thinking) Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Berpikir Berbasis
Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
7. Investigasi Opsi Trilema
Dalam mengambil keputusan, seringkali ada 2 pilihan yang bisa kita pilih. Terkadang kita perlu mencari opsi di luar dari 2 pilihan yang sudah ada. Kita bisa bertanya pada diri kita, apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah. Itulah yang dinamakan investigasi opsi trilema.
8. Buat Keputusan
Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.
9. Lihat
lagi Keputusan dan Refleksikan
Ketika
keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan
bagi kasus-kasus selanjutnya.
Perlu kita ingat bahwa 9 langkah pengambilan keputusan ini adalah panduan, bukan sebuah metode yang kaku dalam penerapannya. Pengambilan keputusan ini juga merupakan keterampilan yang harus diasah agar semakin baik. Semakin sering kita berlatih menggunakannya, kita akan semakin terampil dalam pengambilan keputusan. Hal yang penting dalam pengambilan keputusan adalah sikap yang bertanggung jawab dan mendasarkan keputusan pada nilai-nilai kebajikan universal.
CATATAN SIPENGGERAK: Empat Paradigma Dilema Etika
Tanpa terasa kini saya telah memasuki paket modul 3 dalam Pendidikan Guru Penggerak. Pada modul 3.1 saya dikenalkan pada materi tentang Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Setelah mulai membaca modul ini, saya mulai menyadari bahwa ketika kita mengambil keputusan sering kali kita dihadapkan kepada dilema dan bujukan. Hal tersebut terkadang memunculkan suatu rasa gundah dalam diri untuk mengambil suatu keputusan. Dilema yang kita hadapai terkadang timbul karena adanya benturan nilai-nilai etika universal khususnya di lingkungnan kerja kita. Nah untuk memahami lebih lanjut tentang hal tersebut khususnya tentang Paradigma Dilema Etika, mari kita simak bersama materi yang saya kutip pada modul 3.1 Pendidikan Guru Penggerak.
1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Secara lebih rinci, berikut adalah penjelasan dari keempat paradigma tersebut:
Individu lawan masyarakat (individual vs community)
Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar. “Individu” di dalam paradigma ini tidak selalu berarti “satu orang”. Ini juga dapat berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar. Seperti juga “kelompok” dalam paradigma ini dapat berarti kelompok yang lebih besar lagi. Itu dapat berarti kelompok masyarakat kota yang sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok keluarga, atau keluarga Anda. Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil , dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar. Guru kadang harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas. Bila satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih banyak pada sebuah tugas, tapi kelompok yang lain sudah siap untuk ke pelajaran berikutnya, apakah pilihan benar yang harus dibuat? Guru mungkin menghadapi dilema individu lawan kelompok.
Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain.
Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan (atau sama rata). Pilihan untuk membengkokkan peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan (kebaikan) Misalnya ada peraturan di rumah Anda harus ada di rumah pada saat makan malam. Misalnya suatu hari Anda pulang ke rumah terlambat karena seorang teman membutuhkan bantuan Anda. Ini dapat menunjukkan dilema keadilan lawan rasa kasihan, terhadap orang tua Anda. Apakah ada konsekuensi dari melanggar peraturan tentang pulang ke rumah tepat waktu untuk makan malam, atau haruskah orang tua Anda membuat pengecualian?
Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
Pada jaman perang, tentara yang tertangkap kadang harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya kepada pihak musuh atau tetap setia kepada teman tentara yang lain. Hampir dari kita semua pernah mengalami harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya atau melindungi teman (saudara) yang dalam masalah. Ini adalah salah satu contoh dari pilihan atas kebenaran melawan kesetiaan.
Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan seharihari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dan lain-lain.
Orang tua kadang harus membuat pilihan ini. Contohnya: Mereka harus memilih antara seberapa banyak uang untuk digunakan sekarang dan seberapa banyak untuk ditabung nanti. Pernahkah Anda harus memilih antara bersenang-senang atau melatih instrumen musik atau berolahraga? Bila iya, Anda telah membuat pilihan antara jangka pendek melawan jangka panjang.